Langsung ke konten utama

Benarkah Audiobook Curang dan Remeh?

Foto: Macrovector via Freepik.com

Rasanya hampir semua orang suka mendengar musik atau cerita. Sama banyaknya dengan mereka yang suka membaca atau menyimak program acara di radio. Mereka seantusias anak-anak yang bahagia ketika dibacakan dongeng.

Kita sudah cukup tahu dengan pentingnya membaca dan pengaruhnya terhadap diri. Sejak kecil pun kita terbiasa dengan membaca dan dibacakan buku. Setelah dewasa, seringkali kita merasa tidak ada waktu untuk membaca.

Berdasarkan pengalaman pribadi sebelum memiliki seorang anak, saya bisa menghabiskan satu buku dengan tebal ±300 halaman dalam satu hari. Sekarang, buku 100 halaman yang bisa diselesaikan dalam satu jam menjadi satu hari. Salah satu cara menyiasatinya adalah mendengarkan buku audio (audiobook) dan siniar (podcast).

Foto: Dokumentasi pribadi 

Sejak 2015 saya sudah menikmati buku audio khususnya karya sastra klasik yang dibacakan oleh Sir Christopher Lee. Dan belakangan, saya mengikuti beragam genre di saluran siniar gratis Spotify. Beberapa orang kawan sempat bertanya apakah saya kehilangan kemampuan membaca sampai harus beralih ke buku audio atau siniar.

Tanggapan saya malah menanyakan asal pertanyaan itu muncul. Tidak ada yang salah ketika kita memilih untuk tetap membaca buku dan melanjutkannya dalam format audio. Sama tidak salahnya dengan kita mendengarkan siaran radio yang membahas isu-isu hangat atau wawancara dengan seorang penulis yang baru meluncurkan bukunya dalam sebuah siniar.

Membaca buku secara fisik memiliki ketenangan dan keasyikan sendiri, membaca dengan kebersadaran dan kebertubuhan. Namun membaca menuntut kita untuk duduk dan fokus, sedangkan untuk beberapa orang waktu seperti itu sangat langka. Beralih pada buku audio membuat kita bisa menyimak bacaan sambil melakukan pekerjaan rumah tangga.

Beberapa orang bahkan menyimak buku audio sambil berolahraga di pusat kebugaran atau di luar rumah. Beberapa menyimak sambil mengendarai mobil atau motor, dan lainnya sambil bekerja. Menyimak buku audio tidak membuat kita menjadi lemah dalam membaca apalagi berpikir kritis. Juga bukan sebuah kecurangan untuk "membaca" buku melalui orang yang membacakan.

Ini bukan opini belaka tapi para peneliti di Laboratorium Gallant, UC Berkeley melakukan pemindaian otak sembilan peserta ketika mereka membaca dan mendengarkan cerita. Area kognitif dan emosional pada otak mereka mendapatkan rangsangan dan respon yang sama. Sebagaimana anak-anak yang mengalami peningkatan kemampuan berbahasa dan berpikir kritis ketika dibacakan nyaring, begitu pula orang dewasa yang menyimak buku audio.

Penelitian lain menunjukkan bahwa buku audio melibatkan keterampilan berpikir dan memori otak, yang sangat penting untuk menjaga otak tetap bekerja optimal seiring bertambahnya usia. Mendengarkan buku audio membuat kita tenggelam dalam imajinasi dan citra pikiran dari sebuah wacana yang didengarnya.

Bagaimana tidak menyimak buku audio lebih merangsang imajinasi pikiran melalui volume suara, intonasi, jeda dan mungkin musik atau suara latar. Buku audio merangsang proses pendengaran, yang mengirimkan informasi yang masuk melalui telinga ke area otak. Proses mendengarkan secara aktif ini membantu kita menganalisis dan menyimpan informasi dalam ingatan kita.

Ini terjadi karena mendengarkan buku audio bisa mengaktifkan bagian otak yang bertanggung jawab untuk pemrosesan bahasa. Membaca buku fisik mengaktifkan lebih banyak area yang bertanggung jawab untuk pemrosesan visual. Artinya kedua aktivitas ini melibatkan pemrosesan informasi semantik di area otak yang sama, tidak ada yang lebih dominan.

Meski begitu, buku audio yang saya pilih bukanlah jenis buku yang membutuhkan konsentrasi penuh, atau buku-buku serius. Saya akan memilih novel, cerpen, atau buku-buku self-improvement yang ringan. Jadi menurutku, buku audio dan buku fisik dapat memperluas wawasan, meningkatkan ingatan, dan menajamkan kemampuan mental dengan cara yang hampir sama.

Meluangkan waktu untuk membaca itu adalah sebuah privilese, menyimak buku audio sambil mengerjakan hal lain juga privilese. Memilih mana yang terbaik untuk kita dan menikmatinya selagi bisa. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rahasia Unggul Keterampilan Literasi Untuk Manusia Modern

The Purpose of learning is growth, and our minds, unlike our bodies, can continue growing as we continue to live. (Mortimer Adler) Menjelang akhir tahun 2023, Mendikbudristek Nadiem Makariem menyampaikan skor pencapaian kemampuan membaca Indonesia di tahun 2022. Indonesia mendapat skor 359 poin dalam penilaian  Programme for International Student Assessment  (PISA) itu. Goodstats menyebutkan bahwa angka ini justru terendah sejak 2000, sebab Indonesia pernah mencapai skor 402 di 2009. Tahun 2018 saja Indonesia mendapat skor 371 poin untuk kemampuan membaca. Memang sih banyak faktor penyebab yang bisa membuat skor ini anjlok. Salah satunya bisa jadi karena penilaian ini dilakukan ketika kita sedang ada dalam kondisi pandemi Covid-19 sehingga kegiatan pembelajaran menjadi tidak maksimal. Meski sebetulnya ini juga bisa disiasati dengan kegiatan dan proses pembelajaran di rumah bersama orang tua. Sayangnya memang kondisi di lapangan tidak ideal dan jauh dari harapan, apalagi ketik...

Wah Ternyata Ada Loh Sastra Anak, Yuk Kenali 10 Jenisnya!

Don't just teach your children to read, Teach them to question what they read. Teach them to question everything. (George Calin) Selama ini kita mungkin sering kebingungan dengan pilihan dan jenis buku untuk anak-anak. Buku bacaan anak-anak sebetulnya sudah mempunyai standar sendiri. Jenisnya juga lebih beragam karena sesuai dengan usia dan kemampuan membaca anak. Tapi tahukah kalau sebetulnya buku-buku yang beredar itu termasuk sebagai sastra anak? Pada dasarnya sih, sastra anak ini adalah buku dengan segala jenis bentuk dan genre yang memang sengaja ditujukan untuk anak-anak dan remaja. Tema dan gaya penceritaannya beragam dengan tujuan membantu pemahaman dan perkembangan mereka. Kalau menurut Dr. Dorothea Rosa Herliany, pakar sastra anak, sastra anak mempunyai banyak bentuk seperti cerita, puisi atau drama. Tujuan dari sastra anak adalah membangun imajinasi, mengajarkan nilai dan norma, juga memahami dunia di sekitar mereka.  Buku anak-anak terkadang menyajikan beragam tema...

Bookstagram 101: Tips Nge-Bookstagram Untuk Pemula

"Pengen deh rasanya jadi booktok atau bookstagram, tapi gimana ya?" Kalau sempat terlintas di pikiran kita soalan di atas, tulisan saya kali ini pas untuk disimak. Tahu ngga kalau hobi membaca dan senang berbagi pengalaman soal buku bisa banget jadi bekal kita sebagai seorang bookstagram?  Sering kita melihat foto-foto buku  aesthetic , review dan rekomendasi buku, dan tips baca buku dalam setiap akun seorang bookstagram . Kalau kita tertarik untuk jadi seorang bookstagram, ternyata ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Nah, tulisan ini adalah intisari dari diskusi daring perdana Chillax  di Instagram pada Juni lalu. Bahasan topiknya adalah kehadiran buku di era digital dan bookstagram . Diskusi ini mengundang seorang blogger , bookstagram, content writer sekaligus brand ambassador Asus, Listiorini Ajeng Purvasti. Listiorini akrab dipanggil Ori sering merekomendasi buku-buku keren di akun Instagramnya. Saat ini Ori juga mengelola laman blognya sendiri yaitu HobiHep...